Oleh : Lilis Holisah, Pendidik Generasi di HSG SD Khoiru Ummah Ma’had al-Abqary Serang – Banten

Dogma Gereja Larang Nikah, Itu Menentang Fitrah


Banyaknya kasus pelecehan seksual, baik terhadap anak-anak maupun terhadap biarawati, yang dilakukan oleh para pastor dan uskup di Gereja Katholik, menuai banyak kecaman dari berbagai pihak. Termasuk dari Komite Hak Asasi Manusia PBB. Komite ini mengeluarkan kecaman keras kepada Vatikan dan menuduh bahwa Vatikan mengadopsi kebijakan yang memungkinkan pastor memperkosa dan mencabuli ribuan anak-anak.

Laporan pelecehan seksual dan fisik terhadap anak-anak mengalir ke Gereja Katholik Victoria di Melbourne, Australia, dengan 95 kasus yang diterima sepanjang tahun 2012. Gereja Katholik Roma di Belgia mengatakan telah menerima lebih dari 300 keluhan tekait adanya kasus pelecehan seksual terhadap anak-anak selama 2012 lalu.




Laman CNN melansir, selama lebih dari 60 tahun terakhir, ribuan anak mengalami pelecehan seksual di Gereja Katholik Roma Belanda dan sekitar 800 tersangka telah diperiksa. Di Italia, sekitar 100 kasus pelecehan seksual yang dilakukan oleh para pastur pedofil Gereja Katholik Roma telah dilaporkan kepada pejabat gereja dalam 10 tahun terakhir. Beberapa waktu lalu, seorang biarawati asal Salvador kedapatan melahirkan bayi. Belum diketahui siapa ayah dari bayi tersebut.
Dogma Gereja Larang Nikah, Itu Menentang Fitrah

BBC melaporkan, Gereja Katholik telah menghadapi banyak tuduhan kasus kekerasan seksual terhadap anak-anak yang dilakukan oleh pastor di seluruh dunia dan mendapatkan kritik karena keuskupan tidak memberikan reaksi yang memadai.

Ada Apa dengan Dogma Gereja?

Masalah penyimpangan seksual yang dilakukan oleh para pastor dan uskup di berbagai Negara telah berlangsung sangat lama. Sorotan dan kritik terhadap dogma larangan menikah pun akhirnya bergulir bak bola salju, termasuk dilakukan oleh para pengikut gereja sendiri. Yang pada akhirnya pengikut gereja Katholik mengalami guncangan dalam keyakinan mereka.

Larangan menikah bagi para paus, pastor, uskup, biarawati dan biarawan atau pendeta Katholik telah berlangsung selama ribuan tahun. Namun belum diketahui secara pasti kapan pertama kalinya dogma tersebut diberlakukan di Gereja Katholik. Karena, dogma tersebut awalnya tidak ada dalam ajaran Katholik. Dalam ajaran Katholik, Yesus menikah atau membujang pun masih dalam perdebatan. Artinya adalah bahwa konsep larangan menikah bagi para pendeta Katholik itu sendiri bukan dari ajaran kenabian, melainkan diciptakan oleh manusia.

Islam dan Fitrah Manusia

Allah SWT telah memberikan seperangkat potensi hidup (thaqah al-hayawiyah) berupa kebutuhan jasmani (hajatul ‘udhowiyah) dan naluri-naluri (Gharaiz) dalam diri manusia sejak manusia diciptakan. Artinya bahwa potensi tersebut include bersama penciptaan manusia itu sendiri. Potensi hidup tersebut memiliki karakteristik yang khas, yang berbeda satu sama lain.

Naluri-naluri (insting/ gharaiz) adalah potensi yang ada pada diri manusia yang mendorong manusia untuk cenderung terhadap sesuatu (benda) dan perbuatan. Ada  jenis, yaitu :

Pertama, naluri mempertahankan diri (gharizzah Baqa’). Penampakannya adalah rasa takut, senang, cinta golongan, cinta tanah air, cinta kekuasaan, cinta kehormatan, dan lain-lain. Kedua, naluri mempertahankan/ melangsungkan keturunan atau naluri seksual/ tertarik terhadap lawan jenis (Gharizah nau’). Penampakan-penampakannya adalah kecenderungan seksual, keibuan, kebapakan, cinta anak-cucu, cinta terhadap suami/isteri, dan lain-lain. Ketiga, naluri beragama/ naluri mensucikan atau mentaqdiskan sesuatu (Gharizah Tadayyun). Penampakannya adalah kecenderungan beribadah, perasaan lemah, kurang, membutuhkan kepada yang lain yang dianggap lebih, dan lain-lain. (Lihat terjemah Mafahim Islamiyah, Muhammad Husain Abdullah, hal 13).

Naluri-naluri tersebut ada dalam diri manusia sejak manusia diciptakan, tidak bisa dihilangkan. Pemenuhan naluri-naluri ini tidak bersifat pasti, jika pun tidak dipenuhi tidak akan menyebabkan kebinasaan pada manusia, hanya akan menimbulkan kegelisahan.

Ketika naluri manusia muncul, ia membutuhkan mekanisme (aturan) penyaluran.  Tak hanya itu, manusia juga membutuhkan aturan bagaimana bila ia tidak memiliki sarana untuk menyalurkan atau memenuhi kebutuhan naluri tersebut, sementara nalurinya telah muncul. Dogma Katolik tentang membujang (Tabattul) jelas tidak memenuhi apa yang terjadi pada manusia.  Dogma tersebut nyata-nyata tidak mampu menjawab masalah yang muncul dari sesuatu yang fitrah pada manusia.  Karena itulah, wajar jika pada akhirnya banyak dari mereka yang melanggar dogma yang mereka buat sendiri.  Inilah logika yang paling nyata di balik berbagai penyimpangan seksual yang terjadi di gereja Katolik.

Maka, dogma larangan menikah yang ada pada ajaran Katholik bertentangan dengan fitrah manusia yang memiliki naluri mempertahankan keturunan/ naluri seksuai (Gharizah Nau’). Padahal dalam diri manusia itu sendiri terdapat naluri melestarikan keturunan, siapapun dia, beriman ataupun tidak beriman, namun ini tidak diperhatikan dalam gereja Katholik.

Semua aturan yang bertentangan dengan fitrah manusia hanya akan merusak manusia itu sendiri.  Bila menikah saja dilarang, lantas dengan cara bagiamana lagi mereka harus menyalurkan naluri tersebut pada saat bangkit?  Tentu saja, akhirnya dengan cara yang keliru.  Kehamilan yang terjadi pada biarawati maupun kekerasan yang dialami anak-anak adalah harga yang harus dibayar dari keyakinan yang bertentangan dengan fitrah manusia tersebut.

Lantas bagiamana dengan Islam?  Bagaimana Islam mengatur pemenuhan kebutuhan naluri manusia?

Islam Agama Fitrah

Allah SWT telah melarang manusia dari menyalurkan naluri seksualnya kepada yang tidak dihalalkan.  Islam mensyariatkan pernikahan sebagai satu-satunya jalan yang menghalalkan hubungan jenis manusia sehingga keduanya mendapatkan ketentraman dan kasih sayang.

Allah SWT berfirman :
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir”(TQS. Ar Ruum [3] : 21)

Islam memakruhkan tabattul (membujang). Rasulullah Saw pernah bersabda :
“Bahwa sesungguhnya Nabi Saw. mencegah perbuatan tabattul (membujang)”(HR. An Nasai).
Namun, bila seseorang belum mampu untuk menikah, Islam memberikan solusinya.  Islam memerintahkan agar mereka berpuasa sebagaimana Nabi saw bersabda :

“Wahai para pemuda, siapa saja di antara kamu yang mampu berumah tangga, menikahlah. Sebab, menikah itu dapat menundukkan pandangan dan membentengi kemaluan. Namun, siapa saja yang tidak mampu, maka hendaknya berpuasa, sebab puasa itu dapat menjadi benteng (bagi seseorang).” (HR. Bukhari).

Subhanallah, Nabi saw memerintahkan puasa bagi orang yang mempunyai keinginan kuat untuk menikah, karena telah muncul gharizah nau’-nya, namun belum bisa menikah karena sesuatu hal. Puasa dapat mengalihkan pada dorongan gharizah tadayyun (naluri beragama).  Dengan kekuatan ruhiyah itulah gharizah nau’ seseorang dapat dikendalikan sehingga bisa ditekan.

Selain itu, Islam memiliki mekanisme agar tata pergaulan/ hubungan antar lawan jenis tidak serta merta memunculkan gharizah nau’.  Dengan seperangkat hukum-hukum tata pergaulan antara pria dan wanita.  Diantaranya, Islam melarang berzina dan mendekati zina (termasuk berkhalwat, pacaran, berciuman, dsb,. Lihat Q.s Al-Isra : 32), larangan bertabarruj (lihat Q.S al-Ahzab : 33), mewajibkan menutup aurat dan mewajibkan menahan pandangan (Lihat Q.s An-Nuur : 30-31), dan lain sebagainya.

Itulah keunikan Islam.  Agama yang diturunkan Allah SWT melalui Rasulullah Muhammad Saw ini tidak pernah mengekang fitrah manusia.  Islam adalah agama fitrah. Islam memberikan solusi penyaluran naluri seksual sesuai fitrah manusia.

Karena itulah, tatkala hanya Islam yang mampu mengatur kehidupan manusia sesuai fitrahnya, mengapa manusia tidak beralih meyakini Islam dan berusaha menegakkan hukum-hukumnya agar manusia mendapatkan keselamatan dunia dan akhirat?

“Apakah hukum Jahiliah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?” (TQS. Al Maidah [5]: 50)

sesungguhnya tugas kita bersama adalah, bersegera untuk menjadikan Islam menjadi rahmat bagi seluruh alam dengan pengamalan yang kaffah atas seluruh ajarannya. 

Wa Allahu ‘alam [www.globalmuslim.web.id]

Posting Komentar

Donasi

Bagi yang ingin membantu Penyebaran Dakwah : Silahkan Transfer ke Rekening Kami BNI Syari'ah kantor Cabang Surakarta 0348328005
 
Top