Ditulis Oleh: Dr. Zakir Naik
Berkenalan dengan Islam
Islam adalah agama Semit, yang memiliki lebih dari satu miliar penganut di seluruh dunia. Islam artinya "menundukkan diri kepada kehendak Tuhan." Umat Muslim menganggap Qur'an sebagai firman Tuhan yang diturunkan kepada nabi terakhir dan penutup, Muhammad (saw). Dalam perspektif Islam, Tuhan mengutus para nabi di sepanjang zaman untuk menyebarkan pesan tentang Keesaan Tuhan dan pertanggungjawaban manusia di akhirat. Islam dengan demikian mewajibkan para pengikutnya untuk mengimani semua nabi yang diutus di muka bumi, dimulai dari Adam, Nuh, Abram (Ibrahim), Ishmael (Ismail), Ishak, Yakub, Musa, Daud, Yohanes Pembaptis (Yahya a.s), Yesus (Isa a.s), dan banyak lagi yang lainnya (semoga Tuhan merahmati mereka semua).
Definisi Tuhan
“Katakanlah: "Dia-lah Allah, Yang Maha Esa. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan, dan tidak ada seorangpun yang serupa dengan-Nya." [Al-Qur'an 112: 1-4]
Kata 'As-Samad' dalam surat Al-Ikhlas[112]: 2 sulit diterjemahkan. Ia berarti ‘eksistensi yang mutlak', yang hanya menjadi sifat dari Allah (swt), sementara eksistensi makhluk atau ciptaan lainnya bersifat sementara. Ini juga berarti bahwa Allah (swt) tidak bergantung pada makhluk atau hal apapun, tapi semua makhluk dan semua hal bergantung pada-Nya.
Surat Al-Ikhlas – pondasi penting teologi:
Surat Al-Ikhlas (surat ke-112) Al-qur’an, adalah pondasi penting teologi. 'Theo' dalam bahasa Yunani berarti Tuhan dan 'logi' berarti studi. Jadi Teologi berarti studi tentang Tuhan, dan umat Islam menganggap empat ayat tentang Tuhan dalam surat Al-Ikhlas berfungsi sebagai pondasi penting untuk mengenal Tuhan. Setiap kandidat keilahian harus diuji dengan tes ini. Karena sifat Allah yang digambarkan dalam surat ini begitu unik, tuhan-tuhan palsu dan orang yang berpura-pura sebagai tuhan dapat dengan mudah dieliminasi dengan menggunakan ayat-ayat dari Surat Al-Ikhlas ini.
India sering disebut sebagai negerinya para tuhan berwujud manusia. Hal ini disebabkan banyaknya orang-orang yang bergelar master keruhanian di India. Banyak dari para ‘orang suci’ ini memiliki banyak pengikut di banyak negara, dimana para pengikut mereka menganggap mereka memiliki sifat ketuhanan/sifat ilahi. Islam menentang setiap manusia yang mengaku-ngaku sebagai Tuhan. Untuk memahami bagaimana pandangan Islam terhadap orang yang berpura-pura memiliki sifat ketuhanan, mari kita analisis seseorang yang mengaku punya sifat ilahi, yaitu Osho Rajneesh.
Mari kita menguji kandidat ini, 'Bhagwan' Rajneesh, dengan tes Surat Al-Ikhlas sebagai pondasi penting teologi:
1. Persyaratan pertama adalah "Dia-lah Allah, Yang Maha Esa." Apakah Rajneesh bersifat maha esa (hanya satu-satunya)? Tidak! Rajneesh adalah salah satu di antara banyak 'guru spiritual' yang ada di India. Meski begitu, murid dari Rajneesh mungkin masih berpendapat bahwa Rajneesh adalah satu-satunya.
2. Persyaratan kedua adalah, “Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu.” Kita tahu dari biografi Rajneesh bahwa ia menderita diabetes, asma, dan sakit punggung kronis. Dia menuduh bahwa Pemerintah AS memberinya racun dalam penjara. Bayangkanlah Tuhan diracuni! Dengan demikian, segala sesuatunya tidak bergantung pada Rajneesh karena dia membutuhkan bantuan orang lain untuk keluar dari kesulitan-kesulitan yang dialaminya.
3. Persyaratan ketiga adalah 'Dia tidak beranak, tidak pula diperanakkan'. Kita tahu bahwa Rajneesh lahir di Jabalpur di India dan memiliki seorang ibu serta ayah yang kemudian menjadi muridnya.
Pada bulan Mei 1981 ia pergi ke Amerika Serikat dan mendirikan sebuah komunitas yang disebut 'Rajneeshpuram'. Dia kemudian menjadi buronan di Amerika Serikat dan akhirnya tertangkap dan diminta untuk meninggalkan negara itu. Dia kembali ke India dan menciptakan sebuah komunitas di Pune yang sekarang dikenal sebagai komunitas 'Osho'. Dia meninggal pada tahun 1990. Para pengikut Osho Rajneesh percaya bahwa dia adalah Tuhan Yang Maha Esa. Pada kuburannya di Pune seseorang dapat menemukan tulisan berikut tercetak pada batu nisannya:
"Osho - tidak pernah lahir, tidak pernah mati, melainkan hanya mengunjungi planet Bumi pada tanggal 11 Desember 1931 hingga 19 Januari 1990."
Mereka lupa untuk menyebutkan bahwa ia tidak diberikan visa untuk masuk ke 21 negara di dunia. Dapatkah anda membayangkan bahwa ‘Tuhan’ mengunjungi bumi, dan membutuhkan visa untuk memasuki sebuah negara!? Uskup Agung Yunani mengatakan bahwa jika Rajneesh belum dideportasi, mereka akan membakar rumahnya dan rumah murid-muridnya.
4. Tes keempat, yang merupakan tes paling ketat adalah, "Tidak ada yang serupa dengan-Nya". Tepat pada momen Anda bisa membayangkan atau membandingkan ‘Tuhan’ dengan apapun, maka ia (kandidat tersebut) bukanlah Tuhan. Hal ini dikarenakan tidak mungkin manusia bisa membayangkan gambaran dari Tuhan Yang Sejati. Kita tahu bahwa Rajneesh adalah seorang manusia, memiliki dua mata, dua telinga, hidung, mulut dan memiliki janggut putih. Foto-foto dan poster Rajneesh tersedia di banyak tempat. Tepat pada momen Anda bisa membayangkan atau mengilustrasikan suatu entitas, maka entitas itu bukanlah Tuhan.
Banyak yang tergoda untuk membuat perbandingan antropomorfik dari Tuhan. Ambil contoh, Arnold Schwarzenegger, binaragawan dan aktor Hollywood terkenal, yang memenangkan gelar 'Mr. Universe ' atau ‘orang terkuat di dunia.’ Mari kita anggap bahwa seseorang mengatakan bahwa Tuhan berkekuatan seribu kali lebih kuat daripada Arnold Schwarzenegger. Tepat pada saat Anda dapat membandingkan entitas apapun dengan Tuhan, entah membandingkannya dengan Schwarzenegger atau King Kong, entah itu seribu kali atau sejuta kali lebih kuat, maka ia telah gugur dalam tes Al-Qur’an, "Tidak ada yang serupa dengan-Nya".
Dengan demikian, ‘tes’ ini tidak bisa dilalui oleh siapapun kecuali Tuhan Yang Sejati. Ayat Al-Qur’an berikut menyampaikan pesan yang serupa:
"Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata, sedang Dia dapat melihat segalanya; dan Dialah Yang Maha Halus lagi Maha Mengetahui." [Al-Qur'an 6: 103]
Umat Islam lebih suka memanggil Sang Pencipta, dengan kata Allah, daripada menggunakan kata bahasa Inggris ‘God’ atau kata bahasa Indonesia 'Tuhan.' Hal ini dikarenakan kata Arab 'Allah' bersifat murni dan unik, tidak seperti kata bahasa Inggris ‘God’, yang dapat dimain-mainkan (dipelesetkan).
Jika Anda menambahkan 's' pada kata ‘God’, ia menjadi 'Gods', yang merupakan bentuk jamak dari kata Tuhan. Allah itu satu dan esa, tidak ada bentuk jamak dari Allah.
Jika Anda menambahkan 'Dess' pada kata ‘God’, ia menjadi ‘Goddess’ yang berarti Tuhan perempuan. Tidak ada yang namanya Allah laki-laki atau Allah perempuan. Allah tidak memiliki gender.
Jika Anda menambahkan kata 'father' pada kata 'God' ia menjadi 'God-father'. God-father berarti seorang wali. Tidak ada yang namanya 'Allah-Abba' atau 'Allah-ayah'.
Jika Anda menambahkan kata 'mother' pada 'God', ia menjadi 'God-mother.’ Tidak ada yang namanya 'Allah-ummi' atau 'Allah-ibu’ dalam Islam. Allah adalah kata yang unik.
Jika Anda memberi awalan ‘tin’ sebelum kata ‘God’, ia menjadi ‘tin-God’, yang berarti Tuhan palsu.
Allah adalah kata yang unik, yang tidak membuat seseorang membayangkan gambaran mental apapun juga tidak bisa dimain-mainkan. Oleh karena itu umat Islam lebih memilih menggunakan kata Arab 'Allah' untuk Sang Pencipta. Kadang-kadang, bagaimanapun, ketika berbicara dengan non-Muslim kita perlu menggunakan kata yang kurang tepat untuk Allah, yaitu dengan menyebutnya “Tuhan.” Karena pembaca dari artikel ini terdiri baik dari Muslim maupun non-Muslim, saya menggunakan kata Tuhan di beberapa tempat dalam artikel ini.
Tuhan tidak berwujud manusia:
Beberapa orang mungkin berpendapat bahwa Tuhan tidak menjadi manusia tetapi hanya menyamar menjadi wujud manusia. Jika Tuhan hanya mengambil bentuk manusia tetapi tidak menjadi manusia, Dia harusnya tidak memiliki sifat manusia apapun. Kita tahu bahwa semua 'Tuhan berwujud manusia' yang ada dalam kitab suci agama-agama besar di dunia, memiliki sifat seperti manusia dan kelemahan-kelemahan manusia. Mereka mempunyai semua kebutuhan manusia seperti kebutuhan untuk makan, tidur, dll.
Oleh karena itu menyembah Tuhan dalam bentuk manusia adalah kesalahan logis dan harus ditentang dalam segala bentuk dan manifestasinya.
Itulah alasan mengapa Al-Qur'an berbicara menentang segala bentuk antropomorfisme. Allah berfirman dalam ayat berikut:
"Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia." [Al-Qur'an 42:11]
Tuhan tidak melakukan tindakan yang tidak ilahi:
Sifat-sifat Tuhan menghalangi-Nya melakukan kejahatan apapun karena Tuhan adalah sumber keadilan, kasih, dan kebenaran. Tuhan tidak mungkin melakukan tindakan yang tidak mencerminkan keilahian-Nya. Oleh karena itu kita tidak bisa membayangkan Tuhan berbohong, bersikap tidak adil, membuat kesalahan, melupakan hal-hal, atau memiliki kebutuhan layaknya manusia. Tuhan memang dapat melakukan ketidakadilan jika Dia ingin melakukannya, tetapi Dia tidak akan pernah melakukannya karena menjadi tidak adil bukanlah sifat ketuhanan.
Allah berfirman:
"Allah tidak pernah tidak adil walau sedikit pun." [Al-Qur'an 4:40]
Tuhan dapat menjadi tidak adil jika Dia menghendaki, tapi saat Tuhan melakukan ketidakadilan, Ia tidak lagi menjadi Tuhan.
Tuhan tidak berbuat kesalahan
Tuhan bisa melakukan kesalahan jika Dia ingin, tetapi Dia tidak melakukan kesalahan karena melakukan kesalahan adalah tindakan yang tidak ilahi. Al-Qur'an berfirman:
"... Tuhan kami tidak pernah melakukan kesalahan tidak pula lupa." [Al-Qur'an 20:52]
Saat Tuhan melakukan kesalahan, ia tidak lagi menjadi Tuhan.
Tuhan tidak melupakan
Tuhan bisa melupakan jika Dia ingin. Tapi Tuhan tidak melupakan apapun karena lupa adalah tindakan yang tidak ilahi, yang mencerminkan sifat dan keterbatasan manusia. Al-Qur'an berfirman:
"... Tuhan kami tidak pernah melakukan kesalahan tidak pula lupa." [Al-Qur'an 20:52]
Tuhan hanya melakukan tindakan Ilahi:
Konsep Tuhan dalam Islam adalah bahwa Tuhan Maha Kuasa atas segala sesuatu. Allah berfirman di beberapa ayat (Al -Qur'an 2: 106; 2: 109; 2: 284; 3:29; 16:77; dan 35: 1):
"Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu"
Selanjutnya, Allah berfirman:
"Allah Maha Kuasa berbuat apa yang dikehendaki-Nya." [Al-Qura'n 85:16]
Kita harus paham bahwa Tuhan hanya melakukan tindakan yang mencerminkan sifat ilahi-Nya dan tidak melakukan tindakan yang tidak ilahi.
FILOSOFI dari ANTROPOMORFISME
Banyak agama meyakini filosofi antropomorfisme baik secara langsung atau tidak langsung. Filosofi ini mengatakan bahwa Tuhan menjadi manusia. Argumen mereka adalah bahwa Tuhan begitu murni dan suci sehingga Dia tidak bisa memahami sepenuhnya kesulitan, kekurangan, dan perasaan manusia. Dalam rangka untuk menetapkan aturan bagi manusia, Dia turun ke bumi sebagai manusia. Logika yang salah ini telah menipu jutaan manusia dari sepanjang zaman. Mari kita menganalisis argumen ini dan melihat apakah itu masuk akal atau tidak.
Pencipta mempersiapkan instruksi manual
Misalkan saya menciptakan sebuah DVD player. Apakah saya harus menjadi DVD player untuk mengetahui apa yang baik atau yang buruk bagi DVD player? Yang akan saya lakukan adalah menulis sebuah instruksi manual: "Jika anda ingin menonton sebuah film, masukkan kepingan DVD dan tekan tombol putar. Untuk berhenti, tekan tombol stop. Jika Anda ingin mempercepatnya tekan tombol FF. Jangan jatuhkan dari tempat yang tinggi atau ia akan rusak. Jangan direndam dalam air karena dapat menyebabkan kerusakan." Saya menulis sebuah instruksi manual yang berisi petunjuk tentang tata cara merawat DVD player tersebut.
Demikian pula, Pencipta kita yaitu Allah (swt) tidak perlu mewujud menjadi manusia untuk mengetahui apa yang baik atau buruk bagi manusia. Dia memilih untuk mewahyukan sebuah instruksi manual. Instruksi manual yang terakhir dan penutup bagi manusia adalah Al-Qur’an. Yang “boleh” dan “tidak boleh dilakukan” manusia disebutkan dalam Al Qur'an.
Jika kita membandingkan manusia dengan mesin, tentu saja manusia lebih rumit daripada mesin yang paling rumit sekalipun di dunia ini. Bahkan komputer yang paling canggih, yang sangat rumit, jauh sekali bila dibandingkan dengan faktor fisik, psikologis, genetik, sosial dan segudang faktor lainnya yang mempengaruhi kehidupan manusia di tingkat individu maupun kolektif. Semakin canggih mesin, semakin besar kebutuhannya akan instruksi manual. Dengan logika yang sama, bukankah manusia memerlukan instruksi manual untuk mengatur kehidupan mereka?
Tuhan memilih para nabi:
Tuhan tidak perlu turun ke bumi secara pribadi untuk memberikan instruksi manual-Nya. Dia memilih orang-orang pilihan di antara umat manusia untuk menyampaikan pesan-Nya dan berkomunikasi dengan-Nya di tingkat yang lebih tinggi melalui medium berupa wahyu. Orang-orang pilihan ini disebut nabi-nabi Tuhan.
Meskipun filosofi antropomorfisme tidak masuk akal, banyak pengikut agama-agama yang mengajarkan antropomorfisme mempercayainya dan mengkhotbahkannya kepada orang lain. Bukankah ini menghina kecerdasan manusia dan Sang Pencipta yang telah memberikan kita kecerdasan? Orang-orang seperti itu benar-benar 'tuli' dan 'buta' meskipun pendengaran dan penglihatan telah diberikan kepada mereka oleh Tuhan. Allah berfirman:
“Mereka tuli, bisu dan buta, maka tidaklah mereka akan kembali (ke jalan yang benar)," [Al-Qur'an 02:18]
Bibel memberikan pesan serupa dalam Injil Matius:
"Sekalipun melihat, mereka tidak melihat dan sekalipun mendengar, mereka tidak mendengar dan tidak mengerti." [Bibel, Matius 13:13]
Pesan serupa juga diberikan dalam Kitab Suci Hindu di Rigweda.
"Mungkin ada seseorang yang melihat kata-kata namun sesungguhnya tidak melihatnya; Mungkin ada orang lain yang mendengar kata-kata tapi sesungguhnya tidak mendengarnya." [Rigweda 10: 71: 4]
Semua kitab suci ini memberitahu para pembacanya bahwa meskipun hal-hal itu begitu jelas namun banyak orang yang berpaling jauh dari kebenaran.
Sifat-sifat Tuhan:
Untuk kepunyaan Allah-lah nama yang paling indah. Allah berfirman:
"Katakanlah: "Serulah Allah atau serulah Ar-Rahman. Dengan nama yang mana saja kamu seru, Dia mempunyai al asmaaul husna (nama-nama yang terbaik)." [Al-Qur'an 17: 110]
Pesan yang sama tentang nama-nama/sifat-sifat indah Allah (swt) diulang dalam Al-Qur'an dalam Surat Al-A'raf[7]: 180, dalam Surat Taha[20]: 8) dan dalam Surat Al-Hasyr[59]:24.
Al-Qur'an menyebutkan tidak kurang dari sembilan puluh sembilan nama untuk Allah SWT. Al-Qur'an menyebut Allah sebagai Ar-Rahman (Maha Pengasih), Ar-Rahim (Maha Penyayang) dan Al-Hakim (Maha Bijaksana) di antara banyak nama lainnya. Anda dapat memanggil Allah dengan nama apapun tetapi haruslah nama atau sifat-Nya yang indah dan tidak boleh mendatangkan bayangan mental apapun.
Setiap nama Tuhan itu unik dan dimiliki oleh-Nya saja:
Tuhan memiliki nama yang unik, dan juga setiap nama Tuhan sudah cukup agar kita dapat mengenali-Nya. Saya akan menjelaskan hal ini secara rinci. Mari kita ambil contoh dari seorang sosok terkenal, misalnya Neil Armstrong. Neil Armstrong adalah seorang astronot. Pribadinya yang menjadi astronot sudah benar, tetapi tidak dimiliki oleh Neil Armstrong sendiri. Jadi, ketika seseorang bertanya, “siapakah yang merupakan astronot?” Jawabannya adalah, ada ratusan orang di dunia yang berprofesi sebagai astronot. Neil Armstrong adalah orang Amerika. Atribut Amerika yang dimiliki oleh Neil Armstrong sudah benar, tetapi tidak cukup untuk mengidentifikasi dirinya. Jadi, ketika seseorang bertanya, “Siapakah orang Amerika?” Jawabannya adalah, ada ratusan juta orang yang berkebangsaan Amerika. Untuk mengidentifikasi keunikan seseorang, kita harus mencari sifat unik yang dimiliki oleh orang itu saja dan tidak dimiliki orang lain. Misalnya, Neil Armstrong adalah manusia pertama yang menginjakkan kaki di bulan. Jadi, ketika seseorang bertanya, “Siapa orang pertama yang menginjakkan kaki di bulan?” Jawabannya hanya satu, yaitu Neil Armstrong. Demikian pula sifat dari Tuhan Yang Maha Esa harus unik. Jika saya berkata bahwa Tuhan bisa membangun sebuah bangunan, hal ini benar, tetapi tidak unik. Ribuan orang dapat membangun sebuah bangunan. Tapi setiap sifat dari Allah itu unik dan tertuju hanya kepada Allah. Misalnya, Tuhan adalah pencipta alam semesta. Jika seseorang bertanya “Siapakah pencipta alam semesta?”, jawabannya hanya satu, yaitu Tuhan Yang Maha Esa adalah Penciptanya. Demikian pula, berikut ini adalah sebagian dari banyak sifat unik yang hanya dimiliki oleh Pencipta alam semesta, Allah SWT:
"Ar-Rahim", Maha Penyayang
"Ar-Rahman", yang Maha Pengasih
"Al-Hakim", yang Maha Bijaksana
Jadi, ketika seseorang bertanya, "Siapakah 'Ar-Rahim', (Maha Penyayang)?", Hanya ada satu jawaban: "Allah SWT".
Salah satu sifat Tuhan tidak boleh bertentangan dengan sifat lainnya:
Selain sifat yang unik, sifat-Nya tidak boleh bertentangan dengan sifat lainnya. Melanjutkan dari contoh sebelumnya, misalkan seseorang mengatakan bahwa Neil Armstrong adalah astronot Amerika yang merupakan manusia pertama yang menginjakkan kaki di bulan dan berkebangsaan India. Sifat yang dimiliki oleh Neil Armstrong sebagai manusia pertama yang menginjakkan kaki di bulan adalah benar. Tapi sifat yang terkait sebagai seorang India, adalah salah. Demikian pula jika seseorang mengatakan bahwa Allah adalah Pencipta Alam Semesta yang memiliki satu kepala, dua tangan, dua kaki, dll, sifat-Nya sebagai Pencipta Alam Semesta sudah benar tetapi sifat yang terkait dengan wujudnya (berwujud manusia) adalah salah.
Semua sifat harus menunjuk kepada satu-satunya Tuhan:
Karena hanya ada satu Tuhan, semua sifat harus merujuk kepada satu-satunya Tuhan. Dengan mengatakan bahwa Pencipta alam semesta adalah Tuhan yang Maha Esa sementara yang merawat alam semesta adalah Tuhan yang lain adalah tidak masuk akal karena Tuhan memiliki semua sifat ini (menciptakan, merawat, menjaga alam semesta, dsb).
Sebagian penyembah berhala berpendapat bahwa keberadaan lebih dari satu Tuhan itu logis. Logikanya, jika ada lebih dari satu Tuhan, mereka akan saling bertengkar satu sama lain, masing-masing Tuhan berusaha untuk memaksakan kehendak-Nya terhadap kehendak Tuhan-tuhan lainnya. Hal ini dapat dilihat dalam mitologi agama politeistik dan panteistik (misalnya mitologi Yunani). Jika ada ‘Tuhan’ yang dikalahkan atau tidak mampu mengalahkan yang lain, dia tentunya bukanlah Tuhan yang benar. Juga populer di kalangan agama-agama politeistik adalah gagasan tentang banyaknya dewa-dewa, yang memiliki tanggung jawab masing-masing. Setiap dari mereka bertanggung jawab untuk menjaga keberlangsungan hidup umat manusia, misalnya ada Dewa Mahatari, Dewa Hujan, dll. Hal ini menunjukkan bahwa ‘Tuhan’ tidak kompeten untuk melakukan tindakan-tindakan tertentu dan Dia juga tidak mengetahui tentang kekuatan, tugas, fungsi, dan tanggung jawab Tuhan/dewa-dewa yang lainnya. Seharusnya Tuhan Maha Mengetahui dan Maha Melakukan Sesuatu. Jika ada lebih dari satu Tuhan pastinya akan menimbulkan kekacauan, gangguan, perselisihan, dan kehancuran di alam semesta. Kenyataannya, alam semesta kita berjalan selaras dan teratur. Allah berfirman:
"Sekiranya ada di langit dan di bumi tuhan-tuhan selain Allah, tentulah keduanya itu telah rusak binasa. Maka Maha Suci Allah yang mempunyai 'Arsy daripada apa yang mereka sifatkan." [Al-Qur'an 21:22]
Jika ada lebih dari satu Tuhan, mereka akan saling berselisih dan menjatuhkan yang lain. Allah berfirman:
"Allah sekali-kali tidak mempunyai anak, dan sekali-kali tidak ada tuhan (yang lain) beserta-Nya, kalau ada tuhan beserta-Nya, masing-masing tuhan itu akan membawa makhluk yang diciptakannya, dan sebagian dari tuhan-tuhan itu akan mengalahkan sebagian yang lain. Maha Suci Allah dari apa yang mereka sifatkan itu." [Al-Qur'an 23:91]
Dengan demikian keberadaan satu Tuhan yang Maha Benar, Unik, Agung, dan Maha Kuasa, adalah satu-satunya konsep Tuhan yang logis.
Sekian artikel kali ini. Dalam artikel berikutnya kita akan membahas tentang Tauhid (konsep tentang keesaan Tuhan).
Posting Komentar