Ditulis oleh: Dr. Zakir Naik dari irf.net
Apabila anda belum membaca artikel sebelumnya tentang Konsep Tuhan yang Benar, diharapkan anda membaca artikel tersebut terlebih dahulu agar lebih memahami artikel tentang tauhid ini. Silahkan klik disini untuk membaca artikel tentang Konsep Tuhan yang Benar.
Definisi dan Kategori:
Islam meyakini 'Tauhid' yang tidak hanya berarti beriman pada Tuhan yang Maha Esa, melainkan lebih dari itu. Tauhid secara harfiah berarti 'bersaksi akan ke-Maha Esa-an Tuhan' yang berarti 'menegaskan sifat Maha Esa dari Tuhan' dan berasal dari kata kerja bahasa Arab 'Wahhada' yang berarti ‘mengesakan.”
Tauhid dapat dibagi menjadi tiga kategori.
1. Tauhid ar-Rububiyah
2. Tauhid al-Asmaa-was-Sifaat
3. Tauhid al-ibadah.
A. Tauhid ar-Rububiyah (mengesakan Tuhan)
Kategori pertama adalah 'Tauhid ar-Rububiyah'. 'Rububiyah' berasal dari kata "Rabb" yang berarti Tuhan Yang Maha Memelihara Alam Semesta beserta isinya. Oleh karena itu Tauhid ar-Rububiyah berarti bersaksi akan keesaan Tuhan Semesta Alam. Kategori ini berdasarkan konsep bahwa hanya Allah (swt) yang menciptakan segala hal dari ketiadaan. Dia adalah satu-satunya Pencipta, Pemelihara, dan Penjaga alam semesta beserta isinya, tanpa memerlukan apapun dari alam semesta atau mengharapkan sesuatu dari alam semesta.
B. Tauhid al-Asmaa was-Sifaat (mengesakan nama dan sifat-sifat Allah):
Kategori kedua adalah 'Tauhid al Asmaa was Sifaat' yang berarti mengesakan nama dan sifat-sifat Allah. Kategori ini dibagi menjadi lima aspek:
(i) Definisi tentang Allah harus merujuk sebagaimana yang dijelaskan oleh-Nya dan Nabi Muhammad s.a.w. Definisi tentang Allah harus sesuai dengan penjelasan oleh-Nya sendiri dan Rasulullah s.a.w tanpa memberikan makna lain kepada nama dan sifat-sifat-Nya selain yang dijelaskan oleh-Nya dan Nabi Muhammad s.a.w.
(ii) Allah harus disebut sebagaimana Ia menyebut diri-Nya
Allah tidak boleh diberikan nama-nama atau sifat-sifat baru. Misalnya Allah tidak dapat diberi nama Al-Ghaadib (Yang Maha Memurkai), meskipun dalam beberapa ayat dalam Al-Qur’an dan hadist, Allah murka. Hal ini dikarenakan Allah dan Nabi Muhammad tidak pernah menggunakan nama ini.
(iii) Allah disebut tanpa memberikan-Nya sifat dari makhluk-Nya
Ketika menyebut Tuhan, kita jangan sampai memberikannya sifat-sifat dari ciptaan-Nya. Misalnya dalam Bibel, Tuhan digambarkan menyesali pikiran buruk-Nya sama seperti yang manusia lakukan ketika menyadari kesalahan mereka. Hal ini benar-benar bertentangan dengan prinsip Tauhid. Tuhan tidak pernah melakukan kesalahan apapun dan oleh karenanya Dia tidak pernah menyesal.
Poin penting berkenaan dengan sifat-sifat Allah ada dalam Al Qur'an di Surat Ash-Syuura
"Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah yang Maha Mendengar dan Melihat." [Al-Qur'an 42:11]
Mendengar dan melihat adalah kemampuan yang juga dimiliki manusia. Namun, berkenaan dengan Tuhan, maka penglihatan dan pendengaran Tuhan tidak sama dengan makhluk ciptaan-Nya. Kita tidak bisa membayngkan dan membandingkan penglihatan dan pendengaran Tuhan dalam hal kesempurnaan, tidak seperti manusia yang membutuhkan telinga dan mata, dimana kemampuan penglihatan dan pedengaran manusia juga terbatas dalam hal ruang dan waktu.
(iv) Makhluk Tuhan tidak boleh memakai sifat-sifat-Nya
Menyebut/memanggil manusia dengan sifat-sifat Tuhan juga bertentangan dengan prinsip Tauhid. Misalnya, menyebut seseorang dengan sebutan “dia yang tidak memiliki awal atau akhir (abadi).”
(v) Nama Tuhan tidak dapat diberikan kepada makhluk-Nya
Beberapa nama Tuhan dalam bentuk terbatas, seperti ‘Rauf’ atau 'Rahim' adalah nama-nama yang diizinkan untuk manusia sebagaimana Allah telah menggunakan nama-nama itu untuk para nabi; tapi 'Ar-Rauf' (Maha Shaleh) dan ‘Ar-Rahim’ (Maha Penyayang) hanya dapat digunakan jika diawali dengan 'Abdu' yang berarti 'hamba.’ Dengan demikian menamai seseorang 'Abdur-Rauf' atau 'Abdur- Raheem' dibolehkan dalam Islam. Demikian pula 'Abdur-Rasul' (hamba Rasulullah) atau 'Abdun-Nabi' (hamba Nabi) tidak boleh digunakan.
C. Tauhid al-ibadah (mengesakan Tuhan dalam Ibadah):
(i) Definisi dan makna 'Ibadaah':
'Tauhid al-ibadah' berarti mengesakan Tuhan dalam ibadah. Ibaadah berasal dari kata Arab 'Abd' yang berarti hamba. Jadi ibadah berarti penghambaan dan penyembahan.
(ii) Ketiga kategori tersebut harus diikuti secara bersamaan.
Hanya mengimani dua kategori Tauhid tanpa menerapkan Tauhid-al-ibadah tidaklah berguna. Al-Qur'an memberikan contoh tentang orang-orang musyrik (penyembah berhala) di zaman Rasulullah yang hanya mengimani dua kategori Tauhid. Hal ini difirmankan dalam Al Qur'an:
"Katakanlah: "Siapakah yang memberi rezki kepadamu dari langit dan bumi, atau siapakah yang kuasa (menciptakan) pendengaran dan penglihatan, dan siapakah yang mengeluarkan yang hidup dari yang mati, dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup, dan siapakah yang mengatur segala urusan?" Maka mereka akan menjawab: "Allah". Maka katakanlah "Mengapa kamu tidak bertakwa kepada-Nya?" [Al-Qur'an 10:31]
Pesan yang serupa diulangi dalam Surat Az-Zukhruf dalam Al-Qur’an:
“Dan sungguh jika kamu bertanya kepada mereka: "Siapakah yang menciptakan mereka, niscaya mereka menjawab: "Allah", maka bagaimanakah mereka dapat dipalingkan (dari menyembah Allah)?" [Al-Qur'an 43:87]
Orang-orang kafir Mekkah mengetahui bahwa Allah (swt) adalah Pencipta, Pemberi rezeki, dan Penguasa mereka. Namun mereka bukan Muslim karena mereka juga menyembah berhala selain Allah. Allah (swt) menyebut mereka sebagai ‘kuffar’ (orang-orang kafir) dan 'musyrikin' (penyembah berhala dan orang-orang yang menyekutukan Allah).
“Dan sebahagian besar dari mereka tidak beriman kepada Allah, melainkan dalam keadaan mempersekutukan Allah (dengan sembahan-sembahan lain).” [Al-Qur'an 12: 106]
Jadi 'Tauhid al-ibadah' atau mengesakan Tuhan dalam ibadah adalah aspek yang paling penting dari Tauhid. Hanya Allah (swt) saja yang layak disembah dan hanya Dia yang dapat memberikan manfaat kepada manusia yang menyembah-Nya.
A. Definisi Syirik: menghilangkan salah satu kategori tauhid yang dijelaskan di atas atau tidak memenuhi persyaratan Tauhid disebut sebagai 'syirik'. 'Syirik' secara harfiah berarti menyekutukan. Dalam istilah Islam, syirik berarti menyekutukan Allah dan hal ini setara dengan menyembah berhala.
B. Syirik adalah dosa terbesar yang tidak akan diampuni Allah:
Al-Qur'an menggambarkan dosa terbesar dalam Surat An-Nisaa':
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar.” [Al-Qur'an 4:48]
Pesan yang sama diulangi dalam ayat berikut:
"Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa mempersekutukan (sesuatu) dengan Dia, dan dia mengampuni dosa yang selain syirik bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan (sesuatu) dengan Allah, maka sesungguhnya ia telah tersesat sejauh-jauhnya." [Al-Qur'an 4: 116]
C. syirik menjerumuskan manusia ke dalam api neraka:
Allah berfirman dalam Surat Al-Maidah:
"Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang yang berkata: "Sesungguhnya Allah ialah Al Masih putera Maryam (Yesus putra Maria)", padahal Al Masih (Yesus) sendiri berkata: "Hai Bani Israil, sembahlah Allah Tuhanku dan Tuhanmu". Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya ialah neraka, tidaklah ada bagi orang-orang zalim itu seorang penolongpun." [Al-Qur'an 5:72]
D. Ibadah dan Ketaatan kepada selain Allah:
Allah berfirman dalam Surat Ali 'Imran:
“Katakanlah: "Hai Ahli Kitab, marilah (berpegang) kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara kami dan kamu, bahwa tidak kita sembah kecuali Allah dan tidak kita persekutukan Dia dengan sesuatupun dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai tuhan selain Allah". Jika mereka berpaling maka katakanlah kepada mereka: "Saksikanlah, bahwa kami adalah orang-orang yang berserah diri (kepada Allah).” [Al-Qur'an 3:64]
Allah berfirman:
"Dan seandainya pohon-pohon di bumi menjadi pena dan laut (menjadi tinta), ditambahkan kepadanya tujuh laut (lagi) sesudah (kering)nya, niscaya tidak akan habis-habisnya (dituliskan) kalimat Allah. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana." [Al-Qur'an 31:27]
Analisis kami tentang Konsep Tuhan dalam berbagai Agama menunjukkan bahwa monoteisme merupakan bagian penting dari setiap agama-agama besar di dunia. Namun, sangat disayangkan sebagian dari penganut agama ini melanggar ajaran kitab suci mereka sendiri dan telah menyekutukan Tuhan.
Dengan menganalisis kitab-kitab suci dari berbagai agama, saya menemukan bahwa semua kitab suci dari berbagai agama menasihati umat manusia untuk beriman dan tunduk kepada Tuhan Yang Maha Esa. Semua kitab suci berbagai agama mengutuk orang yang menyekutukan Tuhan, atau menyembah Tuhan dalam bentuk gambar/berhala. Allah berfirman dalam Al-Qur’an:
"Hai manusia, telah dibuat perumpamaan, maka dengarkanlah olehmu perumpamaan itu. Sesungguhnya segala yang kamu seru selain Allah sekali-kali tidak dapat menciptakan seekor lalatpun, walaupun mereka bersatu menciptakannya. Dan jika lalat itu merampas sesuatu dari mereka, tiadalah mereka dapat merebutnya kembali dari lalat itu. Amat lemahlah yang menyembah dan amat lemah (pulalah) yang disembah." [Al-Qur'an 22:73]
Dasar dari agama adalah menerima petunjuk dari Ilahi. Menolak petunjuk dari Tuhan dapat berakibat fatal bagi manusia. Sementara kita telah membuat langkah besar dalam ilmu pengetahuan dan teknologi, kedamaian yang sejati masih hilang dari diri kita. Semua paham 'isme' seperti ateisme, liberalisme, sosialisme, komunisme, dan lain-lain telah gagal menyediakan kedamaian yang sejati tersebut.
Kitab suci dari berbagai agama-agama besar menasihati umat manusia untuk mengikuti apa yang baik dan menghindari yang jahat. Semua kitab suci mengingatkan umat manusia yang baik akan diberikan hadiah oleh Tuhan dan kejahatan tidak akan luput dari hukuman Tuhan!
Saya berharap dan berdoa agar Allah menuntun kita semua menuju Kebenaran (Aamiin).
Posting Komentar